Selasa, 11 Juni 2013

Jangan Paksa Aku

Jangan paksa aku
            Mentari telah terbit dari peradabannya memancarkan sinar dari fajar hingga senja bergulir, ditemani kicauan burung yang menandakan dimulainya hari, rintik embun pun melengkapi indahnya pagi dan tak lupa senyum sapa penuh semangat bunda pertiwi terhadap putra putri indonesia.
            Dinda yang sedang duduk manis di halaman rumahnya itu asyik dengan senar senar gitar yang ia petik, gadis Imut cantik nan lembut ini memang sudah menggeluti bidang musik dari sejak kecil karena itulah julukan pemusik cilik pun pernah singgah padanya. Kaos oblong celana kolor atau lebih tepatnya baju santai  ditambah  topi coklat yang selalu membalut tubuhnya itu menjadi ciri khas Dinda yang simpel namun modis, wajar saja Dinda tak pernah mengenakan baju layaknya perempuan asli akan tetapi ia lebih sering mengenakan baju ala anak laki-laki yang sifatnya simpel  dan modis  karena itulah Dinda dikenal juga dengan gadis tomboy nan riang. Riang karena dia selalu berusaha menebar senyum pada semua yang dia temui termasuk orang yang baru ia kenal sekalipun.
            Satu keinginan terbesar yang dia mimpikan menjadi pemusik yang dikenal masyarakat kecil bukan pemusik yang dikenal dunia. Namun, keinginannya itu sempat ditentang oleh keluarganya , semua anggota keluarga tak setuju karena mereka pikir musik itu membuat bising orang sekampung dan bukan hanya itu mereka juga malu jika Dinda menjadi pemusik secara mereka semua adalah para pendidik atau yang lebih kita kenal sebagai guru. Gak salah juga ayah Dinda seorang kepala sekolah di salah satu sekolah dasar di Desa tetangga, kakaknya seorang guru matematika di salah satu sekolah dasar di kampungnya dan bukan hanya itu kakak perempuannya pun ikut menjadi guru di salah satu smp, dengan otomatis mereka di kenal masyarakat dengan akhlak yang baik, dan mereka pikir jika Dinda menjadi pemusik pasti akan menurunkan harga diri keluarga apalagi jika dinda gabung dengan orang-orang tak berpendidikan. Akan tetapi sikap keras kepalanya Dinda tak pernah luntur hingga ia nekat masuk ke sekolah musik.
            Seperti biasa pagi ini Dinda berangkat ke sekolah musik secara diam-diam, “kak Ros , Dinda pergi main dulu ke Kampung sebelah.“ teriak Dinda sambil beranjak dari kamarnya  “Ia de hati-hati, mainnya jangan sampai sore ea.“ jawab kakaknya dari balik pintu kamar “oke sist, gax lama kok paling-paling sampai larut malam hehehe“ jawabnya dengan sedikit becanda. Bergegaslakh Dinda pergi ke tempat ia menambah ilmu tak ada kecurigaan dari benak kakaknya itu, Sementara itu ayah dan ibunya sedang berkunjung kerumah sodaranya jadi pagi ini dia aman berangkat. “Hhukh, Selamat selamat kagax ketahuan sama si kakak nie.“ bisik hatinya.
            Pagi sudah berganti siang siang pun hampir habis dan akan berubah senja namun Dinda belum pulang pula sontak dengan otomatis semua anggota keluarganya panik dan mencari Dinda namun dinda belum juga ditemukan “Kak kamu tahu tadi Dinda bilang mau pergi kemana ??” tanya ayah pada kak Rosa.
“ijinnya sich cuman mau kerumah temenya yang di kampung sebelah, yah” jawab kak ros dengan paras yang ketakutan. Eitsss………. Tak lama kemudian Dinda datang dengan wajah yang polos seperti gak punya salah, “asalamualaikum Dinda pulang…….. “sapa Dinda dari pintu luar “ waalaikumsalam wah wah anak ayah yang satu ini habis dari mana masa main sampai larut malah gini sih…….”Jawab ayah dengan agak sangar“ abis main di rumah temen, yah “jawab dinda dengan polos.“ bohong yah Dinda habis main musik di sekolah musik kampung sebelah “timbal kak Yogi dari balik pintu, yang juga baru pulang dan dengan aku sengaja tadi dia melihat Dinda keluar dari gedung  musik itu, secara tak langsung kak Yogi tau kalau Dinda membohongi ayahnya dan spontan ayahnya marah “Dinda sudah berapa kali ayah peringatkan kalau kamu itu jangan berharap untuk menjadi seorang musisi seperti yang kau inginkan dan jangan harap ayah akan memeberi kamu ijin untuk mengikuti kelas musik, mulai dari sekarang ayah mau sepulang sekolah atau hari libur sepert ini kamu ikut privat kepribadian biar kamu jadi seorang pramugari seperti apa yang ayah mau“ omel ayahnya pada Dinda “hakh apa sekolah kepribadian ayah bilang pokonya dinda gak mau yang dinda mau adalah dinda masuk kelas musik jadi musisi sukses seperti yang dinda cita-citakan selama ini agar dinda bisa selalu membuat mereka tertawa dengan nada-nada yang dinda mainkan, pokonya Dinda gak mau jadi pramugari yang kerjanya hanya berkeliling dan melayani penumpang pesawat“ timpal dinda dengan suara yang lantang “sekali kamu ini akibat dari sekolah usik yang kau ikuti selama ini coba aja kamu ikut saran ayah pasti kamu menjadi wanita cantik yang lembut.“ jawab ayah “tapi bukan itu yah, yang dinda mau tapi dinda mau hidup penuh musik“ dinda menghelak perkataan ayahnya “sudahlah yah anak bandel seperti itu mah harus kita kurung agar dia sadar“ tambah kak yogi, sehetak ayahnya dinda marah besar hingga mengurung dinda selama satu minggu dalam kamarnya dan tak boleh ada yang menghubungi dinda kecuali keluarganya sendiri.
            Tiba-tiba dinda jatuh pingsan tanpa ada penghalang dinda terjatuh langsung kelantai, sontak ayah ibu dan kakak’2nya yang tadi memrahi dinda kaget dan dengan cepat merangkul dinda yang sudah tergeletak tak sadarkan diri dengan kilat mereka membawa dinda ke rumah sakit terdekat. Sesampainya di rumah sakit dida langsung dibawa ke ruang UGD untuk mendapat pertolongan pertama, satu jam berlalu dokter yang tadi memeriksa dinda pun keluar dari balik pintu ruang UGD dan menyatakan kenyataan pahit yang mungkin sulit diterima oleh semua anggota keluarga, kenyataan yang mungkin membuat anggota keluarga stress ternyata Dinda mengalami lemah jantung (Penyakit yang jarang dikenal orang karena penyakit ini sulit diprediksi dan tak ada gejala serius pada penderita). “gak mungkin dok, gak mungkin anak saya menderita penyakit ini…” reaksi ayah dinda saat itu sangat drop dia tak pernah menyaka bahwa anak kesayangannya harus menderita penyakit serius seperti ini, tak da silsilah keluarga ataupun kejanggalan pada diri Dinda dan mungkin gejala serius untuk menandakan dinda mengidap penyakit, selama ini dinda tak pernah mengeluh sakit apapun yang terlihat di tubuh dinda itu keadaan sehat karena baru kali ini Dinda jatuh pingsan baru kali ini pula dinda mimisan.
            “ibu………… ayah……….. aku dimana, sedang apa aku disini, antar aku latihan musik sore ini, ibu……………. Ayah………………. Anterin Dinda” teriak Dinda dari dalam ruangan ia baru saja sadar dari pingsannya itu, bergegaslah ayah berlari masuk menerobos pak dokter yang sedag berdiri di depan pintu kamar “ayah disini din…… iya nanti ayah antar kamu untuk latihan musik” jawwab ayah sambil memeluk Dinda dengan penuh rasa sedih. Banjir air mata pun tumpah diruang kecil yang mungkin hanya berukuran 4x3 yang tertutup gorden berwarna hijau, kejengkelannya luntur menjari haruan linangnya airmata.
            “Din, ayah minta maaf yah kalau selama ini ayah kurang mendukung dengan apa yang kamu inginkan, ayah bukan bermaksud ingin memutuskan keingin kamu menjadi musisi hebat yang mampu membuat orang-orang tersenyum ceria, tapi ayah inin melihat kamu mengenakan pakaian yang mungkin layak untuk perempuan, hanya itu yang ayah mau “tutur ayah dengan terbata-bata“ ayah salah harusnya dinda yang harus meminta maaf pada ayah, karena selama ini dinda tidak mendengarkan apa yang ayah perintahkan pada Dinda……………” jawab Dinda dengan suara lemah “sudahlah yang kemarinmah biarkan hanya menjadi lukisan hidup kita kebelakang, mungkin untuk kedepannya ayah akan serahkan pada dinda, dinda boleh memilih apa saja yang dinda mau.” timbal ayahnya.
            Sekian waktu telah terlewat dinda sudah kembali melakukan aktivitas seperti biasa. Mungkin kini Dinda tidak diam-diam lagi untuk sekolah musik karena sekarang ayahnya sudah memberi ijin untuk anak bungsunya ini menjadi pemusik. Suatu malam setelah Dinda selesai shalat, mengaji dan mengerjakan semua tugasnya ia menarik secuir kerta dan pena dan ia menulis satu rangkaian kata yang bermakan :

Mungkin waktu ini yang aku tunggu dan kunanti
Walauku harus menentang semua perintah orangtuaku
Keberhasilan dalam bidang ini yang aku cari
Memenuhi alunan kalbu yang mungkin pernah sepi
Meluangkan waktu hanya untuk memetik senar gitar ini
Menari-nari dalam detik yang singkat
Mungkin kucari senyuman yang penuh makna yang
semoga hari ini akan kita rindukan dihari nanti
sebuah mimpi sebelum tiba waktuku
dan  mungkin jikaku tidur dalam damai
Pintaku kecup kening kiriku
Dan jangan ada tetetasan airmata ditubuhku
Tuliskan nama lengkapku dibatu nisan terindah
Dan cetak foto terbaikku di buku kecil penuh makna
Kini aku telah lelah menjalani semuanya
Aku akan serahkan semuanya kepada orang-orang
Yang masih kuat membimbing mereka
untuk selalu tersenyum ceria setiap saat
salam terakhir  Dinda renita putri
_pemusik riang nan abadi_
            Setelah tulisannya selesai disimpanlah kertas makna itu kedalam selipan buku novelnya. Tidak tau apa yang mungkin terjadi setelah ini aku tidak tau pasti, di lepaslah kaos oblong yang membalut tubuhnya itu diganti dengan blezer putih rok mini putih (mungkin pakaian mirip pramugari) tak lama itu ia berbaring di tempat tidurnya untuk beristirahat selama-lamanya. Ternyata tulisan pena itu adalah tulisan terakhir Dinda untuk kenang-kenangan sebelum ia beristirahat dalam damainya. Kini namanya terukir indah di batu nisan dan tubuhnya hangat dibalut putihnya kain tertutup tanah merah pula dan terlelap kehadapan kiblat, yang tertinggal hanya alunan musiknya gitar akustiknya dan kebaikan selama ia hidup. Hingga saat ini sulit untuk melepas kepergian Dinda untuk keluarga terutama sang ayah yang melihat anak kesayangannya terbentang kain putih diatas tempat tidurnya yang sudah tak bernyawa lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar