“Tuhan,ijinkan
aku merasakan apapun yang aku makan, kembalikan warna lidah yang dulu sempurna
dengan warna pink alami bukan warna ungu disetiap sudutnya, disini aku bosan dengan semua kehambaran rasa
yang aku nikmati setiap aku makan, aku ingin seperti yang lain mampu menikmati
semua rasa yang begitu indah jika terjatuh dilidah mereka.”
Inilah doa disetiap rangkaian solat
5 waktuku ditambah solat sepertiga malamku yang aku minta hanya rasa dilidah
ini mampu kembali sempurna. Namun, manusia hanya mampu berusaha dan bersabar
dengan takdir sang illahi yang diguratkan pada hambanya dan mungkin aku salah
satu hambanya yang ia cintai hingga kumiliki kehambaran dalam hidup.
Ini pagi pertamaku memasuki sekolah
kembali setelah kita liburan,rasa rindu semua temanpun akan terungkap hari ini
terutama rinduku pada sosok misterius itu pasti akan terungkap hari ini. Ku
hapus semua air mata yang sejak subuh menyelimuti kabut pipiku ini seperti
biasa yang aku untai pagi ini adalah senyum, dalam diri sering bergumam “jangan ada duka jika tiba disekolah” itu
yang membuat diriku dikenal sebagai periang karena tak pernah terlihat muram
atau penuh dengan maslah seperti anak lain jika lagi senang mereka kelihatan
bhaagia namun setelah bahagianya hilang mereka kembali menjadi sosok pendiam
disekolah.Parkiran motor yang tak begitu luas tempat aku mengubar senyum sepuas
hati gimana tidak misterius sering parker disini dengan sejuta kenangan saat
kita ketemu ditempat ini kini menjadi tempat special menurut aku entah menurut
dia. Kami berbeda kelas namun kami punya rasa yang tersembunyi dibalik ego
masing-masing kami kenal sejak kelas satu dan hingga kami menginjak kelas 3 ni
kami bertingkah seperti tak pernah kenal.
Bukan aku jatuh dalam ego yang
terlarut dalam tapi aku takut jika ku jadikan dia miliku ternyata aku harus
pulang kepadaNya, meninggalkannya dengan sejuta kesedihan itulah yang aku tak
ingin makanya aku pertahankan egoku hingga saat ini. Dia sosok yang aku kira
tak pernah sedih itu ternyata rapuh juga, kala ia mengenang ayahnya ia mampu
nangis hingga habis air matanya. Namun sayang sedihnya tak pernah aku ikutin
dan ku tak pernah menghapus air mata yang membasahi lesung pipinya yang begitu
indah jika direka imajinasi. Kita saling mengenal kita saling mengetahui apa
yang diinginka remaja lainnya, tapi itu dia karena egonya kita hanya menjadi
karakter bego dalam sebuah film kartun. Aku ingat saat itu, dimana yang dia
inginkan malah aku reject dengan alas an yang tak pasti “aku ingin menjadikanmu milikku seutuhnya, jika kita berjodoh jadkanlah
aku sebagai imam sejatimu.” Ujarnya dengan mata yang berbinar “aku takut jika kujadikan kau calon imamku,ternyata
aku membuatmu kecewa hingga kamu trauma akan itu.” Jawaban
polos, yah gilanya aku seperti itu menjawab pertanyaan konyol dari seseorang
yang memang suka membuat aku jatuh dalam imajinasiku itu. Aku mencoba
menyakinkan jika aku juga ingin memilikinya namun satu hal sring aku takuti
yaitu vonis yang menggerumuti hidupku saat-saat ini itu yang sering membuat hidup
ini menjadi drop. Menghalangi semua
mimpi-mimpi sempurnaku satu yang membuat aku takut saat ini saat tulisan aku
selesai nanti aku takut aku dipanggil pulang, ku rangkai semua hidupku dalam
sebuah cerita yang dibukukan.
Ketakutan yang menghambat kemajuan
hidupku hingga buku ini tersendat-sendat dan aku berpikir jika buku itu selesai
aku harus kembali padaNYA, padahal aku
merencanakan dihari ulangtahunku nanti aku mampu mempublikasikan satu
karya terindahku ini kepada masyarakat, tapi dibalik kelainan ini aku kembali
terjun bersama ketakutanku dan harapan harapan menakutkan yang mampu membuat
kisah dalam buku pun aku buat sedemikian sama dengan yang aku alami saat ini.
Mengapa aku harus terjun dalam sebuah penyakit seperti ini yang sulit
diperbaiki??, hatiku hanya mampu membisikan mungkin tuhan sayang padamu hingga
kau mesti jatuh dalam keadaan seperti ini.
Semua karanganku sering dimuat
diberbagai situs social media, hanya saja belum aku bukukan jika telah menjadi
buku sepertinya akan menjadi hak paten yang aku miliki, karena penyakit ini aku
terhambat tentang karyaku, terhambat untuk menggapai cintaku, terhambat untukku
membahagiakan keluargaku, semuanya telah terhambat. Mungkin aku hanya mampu
membuat sedikit karya untuk membuat mereka bangga setelah aku tiada karena aku
pikir sekarang adalah “Bagaimana aku
dikenang setelah aku tiada, Bukan dikenang saat aku hidup”. Makanya aku
berusaha menjadi yang terbaik untuk semua orang yang mengenalku terutama orang
yang sering membuatku misterius dalam hidup ini dia yang selalu memiliki
keindahan paras dan dia memiliki kesempurnaan bahagia, mungkin sering terbesit
jika aku pulang nanti apa yang akan reaksikan, kehilangan apa mungkin ia akan
senyum seperti apa yang ia tebar setiap pagi setiap kita dalam satu lembaga
pendidikan. Entahlah, itu hanya rahasianya kemungkinan sembuhku memang telah
tipis disini aku selalu sendiri kini tak ada lagi sahabat smp yang sering
membuat senyum hingga memanjakan hidupku setiap saat, tak ada pula sahabat sma
yang sering merangkai erita tentang sosok yang diluar sana namun bukan ia, dan
yang paling sedih kini ia jauh dikota lain tak pernah ada lagi senyum digerbang
setiap pagi, tidak ada lagi kecupan-kecupan disetiap pulangku, tidak merangkai
misteri kita kembali, tidak pernah lagi mengukir keajaiban hati yang membangun
kestiaan, kini aku sadar selama umurku masih melekat pada takdir hidupku aku
akan berusaha bangkit demi mereka yang sanggup membuatku selalu mengutas senyum
merangkai cerita indah disela-sela akhir waktuku. “ya tuhan mungkin aku hanya menunggu takdirmu disini, ijinkan aku
meretas karya terbaikku sebelum hembusan nafasi ni mesti berhenti, jika aku
telah lelah melewatinya boleh kau jemput aku untuk tidur di pangkuanmu dan
menceritakan bagaimana bahagianya aku memilki sosok laki-laki misterius yang
sering membuat aku terjun dalam kebahgiaan, bukan hanya itu aku punya
sahabat-sahabat yang mampu mebuat aku berharga diantara mereka. Yatuhan tolong
jaga mereka jika nanti aku mesti pulang dan beristirahat disampngmu dan bermain
dialkautsarmu, buat mereka selalu bahagia dan jangan buat mereka sepertiku yang
mesti tak sempurna. Buat mereka tersenyum saat aku harus memakai kain putih itu
dan biarkan mereka mengantar ketempat terakhirku dengan sejuta senyuman dari
bibir mereka.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar